PRINGSEWU — BEDAHKASUS.ID -Dugaan ketertutupan dalam pengelolaan bantuan pemerintah kembali mencuat di dunia pendidikan, kali ini terjadi di SMA Negeri 2 Gadingrejo, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu. Sekolah tersebut diketahui menerima 60 unit bantuan selama dua tahun berturut-turut, namun akses media untuk memverifikasi keberadaan fisik barang bantuan tersebut justru ditolak.
Sabtu,(15/11/2025)
Insiden ini bukan hanya menimbulkan tanda tanya besar, tetapi juga membuka dugaan bahwa ada praktik pengelolaan anggaran yang tidak transparan di lingkungan sekolah tersebut.
Waka Sekolah Akui Terima 60 Unit Bantuan, Tetapi Larang Media Melihat Fisiknya
Saat ditemui di sekolah, Waka SMA Negeri 2 Gadingrejo membenarkan bahwa sekolah menerima 60 unit bantuan dalam dua periode. Informasi itu seharusnya menjadi poin positif bagi sekolah, mengingat bantuan tersebut bertujuan mendukung peningkatan digitalisasi dan mutu pembelajaran.
Namun, ketika wartawan bermaksud memastikan keberadaan fisik bantuan di ruang laboratorium, Waka sekolah mendadak berubah sikap. Ia justru melarang media untuk melihat barang tersebut.
Ketika ditanyakan alasannya, ia menyebutkan ada instruksi langsung dari Kepala Sekolah.
> “Sesuai perintah Kepala Sekolah, media tidak diperbolehkan melihat fisiknya,” tegas Waka sekolah kepada media ini.
Larangan tersebut sontak memunculkan kecurigaan. Bukan hanya mengenai kondisi fisik barang, tetapi juga terkait penggunaan, penempatan, dan keberadaan barang bantuan tersebut.
Aroma Ketertutupan Makin Kuat — Apa yang Sebenarnya Terjadi di SMA 2 Gadingrejo?
Sebagai lembaga pendidikan negeri, SMA Negeri 2 Gadingrejo wajib menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas, terutama terkait pengelolaan anggaran negara. Namun perilaku yang ditunjukkan pihak sekolah justru berbanding terbalik.
Penolakan verifikasi fisik dengan dalih perintah Kepala Sekolah menimbulkan beberapa pertanyaan kritis:
Mengapa pihak sekolah takut menunjukkan barang yang secara resmi mereka akui telah diterima?
Apakah barang bantuan tersebut tidak sesuai jumlah? Tidak lengkap? Atau tidak berada di tempat semestinya?
Apakah ada dugaan penyelewengan atau penggunaan tidak sesuai peruntukan?
Mengapa Kepala Sekolah tidak tampil memberikan keterangan terbuka kepada publik?
Ketertutupan seperti ini, apalagi ketika menyangkut bantuan negara, berpotensi menimbulkan prasangka penyimpangan, bahkan dapat mengarah pada dugaan pelanggaran administrasi dan hukum.
Media Ditolak Melihat Ruang Lab: “Instruksi Kepala Sekolah” Dipertanyakan
Penolakan verifikasi bukan hanya soal akses fisik tersendiri, tetapi juga bagaimana manajemen sekolah mengelola informasi publik.
Ruang laboratorium sebagai tempat penyimpanan unit bantuan harusnya dapat diakses secara terbatas oleh auditor internal, eksternal, termasuk media sebagai bagian dari kontrol publik.
Namun kenyataan di lapangan berbeda.
Waka sekolah memilih untuk menutup pintu, menolak memberikan akses, dan menyebut perintah itu berasal dari Kepala Sekolah.
Sikap ini memperkuat dugaan bahwa pihak sekolah:
Tidak siap menunjukkan kondisi barang,
Tidak ingin ada pemeriksaan langsung, atau
Sedang menyembunyikan sesuatu yang berkaitan dengan bantuan tersebut.
Pengamat Pendidikan: “Larangan Cek Fisik Adalah Indikasi Ketidaktransparanan”
Seorang pemerhati pendidikan di Pringsewu memberikan tanggapan keras terhadap tindakan pihak SMA Negeri 2 Gadingrejo.
Menurutnya, larangan tersebut menjadi indikator awal adanya masalah serius.
> “Jika barang bantuan itu ada, utuh, dan digunakan sesuai peruntukan, mengapa harus dilarang dilihat? Transparansi adalah kewajiban lembaga pendidikan negeri,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa pola seperti ini sering kali menjadi pertanda adanya ketidaksesuaian antara laporan dan kenyataan di lapangan.
Desakan Publik: Audit Total, Buka Data, dan Periksa Keberadaan Barang
Kasus ini memicu reaksi dari masyarakat, penggiat pendidikan, organisasi kontrol sosial, hingga tokoh setempat yang menuntut:
1. Dinas Pendidikan Provinsi Lampung
2. Inspektorat Provinsi dan Kabupaten
3. Aparat Penegak Hukum (APH)
4. Kemendikbudristek
untuk melakukan audit menyeluruh, meliputi:
Jumlah unit bantuan,
Kondisi fisik barang,
Penempatan dan penggunaan,
Bukti serah terima,
Laporan pertanggungjawaban sekolah.
Mereka menegaskan, jika memang bantuan benar diterima dua tahun berturut-turut dengan total 60 unit, maka transparansi wajib ditegakkan, bukan justru dihalangi.
Mengapa Kasus Ini Penting?
Karena menyangkut:
Dana publik, bukan dana pribadi pihak sekolah.
Aset negara yang harus dijaga dan digunakan untuk kepentingan siswa.
Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan.
Indikasi pelanggaran administratif dan potensi penyimpangan apabila barang tidak sesuai jumlah atau tidak berada di tempat semestinya.
Ketika sekolah sebagai institusi pendidikan justru menutupi informasi, publik berhak curiga.
Kesimpulan 5W + 1H
What: Dugaan ketertutupan dan pelarangan akses terhadap verifikasi fisik 60 unit bantuan.
Who: Pihak sekolah SMA Negeri 2 Gadingrejo, termasuk Waka dan Kepala Sekolah.
When: Peristiwa terjadi saat proses konfirmasi media pada 2025.
Where: SMA Negeri 2 Gadingrejo, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu.
Why: Waka mengaku dilarang oleh Kepala Sekolah, sehingga media tidak diizinkan memeriksa fisik barang.
How: Media ditolak masuk ke ruang laboratorium tempat penyimpanan unit bantuan.
Penutup
Kasus ini bukan sekadar pelarangan akses media, melainkan dugaan awal adanya ketidaktransparanan dalam pengelolaan bantuan negara. Tim media akan terus menggali, mengumpulkan data, dan mengikuti setiap perkembangan hingga kebenaran terungkap secara jelas.
(TIM)







