Oleh : Desi Andriani Putri
Mahasiswa Pascasarjana Magister Hukum Unila
Anak dan Kekerasan Seksual
BEDAHKASUS.ID – Pesatnya arus globalisasi dan dampak negatif dari perkembangan di bidang teknologi informasi dan komunikasi, memunculkan fenomena baru kekerasan seksual. Kekerasan seksual merupakan kejahatan serius (serious crimes) yang semakin meningkat dari waktu ke waktu dan secara signifikan mengancam dan membahayakan jiwa bagi korban. Hal ini juga merusak kehidupan pribadi, serta mengganggu rasa kenyamanan, ketentraman, keamanan, dan ketertiban masyarakat. Bahkan efek dari kekerasan seksual masa depan korban.
Korban kekerasan seksual dapat terjadi pada siapapun baik orang dewasa maupun anak. Data Komnas Perlindungan Anak menunjukkan terjadi trend peningkatan dari tahun 2019 hingga 2020. Total kasus kekerasan terhadap anak pada tahun 2019 ada sebanyak
11.057 dengan jumlah korban 12.285 anak. Kemudian pada 2020, total kasusnya meningkat menjadi 11.278 dengan jumlah korban yang juga meningkat menjadi 12.425. Data tersebut bukan hanya kekerasan seksual, melainkan juga kekerasan fisik dan psikis.
Hal ini menunjukkan kekerasan baik fisik, psikis, maupun kekerasan seksual mendominasi kasus kekerasan yang menimpa anak dan jumlah kasus terus meningkat. Melihat perubahan sosial yang terjadi begitu cepat dan posisi anak yang rentan, perlindungan anak layak menjadi salah satu prioritas pemerintah. Kekerasan terhadap anak tidak hanya diderita langsung oleh korban, tetapi juga memiliki implikasi sosial. Kekerasan dapat mengakibatkan kecacatan fisik dan ketergantungan kepada orang lain. Kekerasan juga berpotensi mengganggu perkembangan psikologis korban. Jika hal tersebut tidak ditangani dengan baik, luka batin menjadi trauma psikologis dan dapat mengarah pada ketidakstabilan emosi. Secara fisik mereka akan tumbuh menjadi orang dewasa, tetapi mungkin mereka tidak dapat berperan optimal sebagai orang dewasa yang memiliki kematangan emosi dan berpikir.
Salah satu penyebab kekerasan seksual terhadap anak adalah perubahan sosial. Perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi sebagai suatu variasi dari cara hidup yang telah diterima karena adanya perubahan kondisi geografi, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun adanya difusi atau penemuan-penemuan baru dalam masyarakat. Maka dengan demikian sudah menjadi tanggung jawab dari Negara untuk merespon perubahan sosial tersebut dengan regulasi guna menghadapi dan menanggulangi “darurat kekerasan seksual”.
Salah satu langkah pemerintah adalah dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (selanjutnya ditulis Perpu No. 1 Tahun 2016), namun dalam pembentukan Perpu No. 1 Tahun 2016 terdapat hal yang kontroversi. Salah satu yang menjadi perbincangan di masyarakat dan dunia akademisi adalah sanksi kebiri kimia pada pelaku kekerasan seksual anak yang dimunculkan dalam peraturan tersebut.
Efektifitas Pidana Kebiri?
Fungsi dari hukum yang diharapkan setelah diciptakan atau diubah melalui peraturan perundang-undangan menurut Abdul Manan (2009:68) harus dengan menggunakan beberapa instrumen-instrumen, diantaranya adalah:
- Standard of Conduct, merupakan sandaran atau ukuran tingkah laku yang harus ditaati oleh setiap orang dalam bertindak dalam melakukan hubungan satu dengan yang lain.
- As a Tool of Social Engineering, sebagai sarana atau alat untuk mengubah masyarakat ke arah yang lebih baik, baik secara pribadi maupun dalam hidup masyarakat.
- As a Tool of Social Control, sebagai alat untuk mengontrol tingkah laku dan perbuatan manusia agar mereka tidak melakukan perbuatan yang melawan norma hukum, agama dan kesusilaan.
- As a Facility on Human Interaction, yakni hukum berfungsi tidak hanya menciptakan ketertiban, tetapi juga menciptakan perubahan masyarakat dengan cara memperlancar proses interaksi sosial dan diharapkan menjadi pendorong untuk menimbulkan perubahan dalam kehidupan sosial di masyarakat.
- Rechtzeken Heid, yakni agar dalam setiap persoalan dan permasalahan yang terjadi dalam masyarakat ada kepastian hukum untuk dijadikan pegangan oleh seluruh masyarakat.
Hal ini bahwa hukum harus menjadi faktor penggerak ke arah perubahan masyarakat yang lebih baik dari sebelumnya sesuai dengan fungsi-fungsi hukum yang telah disebutkan. Sehingga dengan demikian kelima hal tersebut di atas menjadi tantangan bagi hukum itu sendiri untuk menjawab tantangan zaman dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dan komunikasi, sebagai bagian dari mengisi kekosongan hukum serta juga membuat pembaharuan hukum sebagai bagian dari merespon maraknya kekerasan terhadap anak.
Maka dengan demikian untuk merespon hal tersebut diterbitkanlah Perpu Nomor 1 Tahun 2016 yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, regulasi ini memuat sanksi yang lebih berat bagi predator anak dengan adanya sanksi kebiri kimia.
Pasca terbitnya ketentuan mengenai sanksi kebiri bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak, sudah ada 4 kasus di Indonesia yaitu daerah Jawa Timur, Lampung, dan Kalimantan Selatan. Beberapa contoh putusan Pengadilan di tahun 2019 dan tahun 2021:
- Pengadilan Negeri Mojokerto (tahun 2019): korban Anak 9 (sembilan) orang dengan putusan “Pidana penjara 12 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan. Tambahan berupa kebiri kimia”. Pasal yang dikenakan Pasal 76 D juncto Pasal 81 ayat (2) UU 17 Tahun 2016.
- Pengadilan Negeri Surabaya (tahun 2019): korban Anak 15 (lima belas) orang dengan putusan “Pidana penjara selama 12 tahun, denda Rp 100 juta subsider tiga bulan. Tambahan berupa kebiri kimia selama tiga tahun”. Pasal yang dikenakan Pasal 80 dan Pasal 82 UU 17 Tahun 2016.
- Pengadilan Negeri Sukadana (tahun 2021): Anak 1 (satu) orang dengan putusan “Pidana penjara selama 20 tahun penjara dan kebiri kimia. Dian juga didenda Rp800 juta subsider 3 bulan serta restitusi atau kompensasi kepada korban sebesar Rp7,7 juta. Kebiri berlangsung selama 1 tahun bagi Dian setelah menjalani pidana pokok”. Pasal yang dikenakan Pasal 81 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016.
- Pengadilan Negeri Banjarmasin (tahun 2021): korban Anak kandung 1 (satu) orang dengan putusan “Pidana penjara selama 20 tahun dan kebiri selama dua tahun”. Pasal yang dikenakan Pasal 81 ayat 3 UU Nomor 35/2014 jo Pasal 5 PP Nomor 70/2020.
Namun data tersebut tidak relevan dibandingkan dengan tingkat kekerasan seksual terhadap anak yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan catatatan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban ditemukan sebanyak 350 perkara kekerasan seksual pada anak dalam rentan waktu tahun 2016 sampai dengan tahun 2019 atau dengan kata lain pasca regulasi mengenai sanksi kebiri diterbitkan oleh pemerintah. Hal ini menjadi cerminan bahwa ancaman sanksi kebiri tidak membuat efek jera dan menurunkan kasus kekerasan seksual terhadap anak bahkan justru berbanding terbalik dan semakin tinggi, teranyar adalah kasus yang terjadi di Jawa Barat dimana terdapat 13 orang santri di bawah umur yang dilakukan oleh Herry Wirawan yang notabene merupakan pengajar di pondok pesantren.
Menurut Penulis sanksi kebiri kimia idealnya mengandung unsur-unsur tujuan pemidanaan atau dengan kata lain sesuai dengan tujuan pemidanaan. Hal tersebut sebagai kesesuaian antara politik hukum pembentukan peraturan perundang-undangan dengan tujuan pemidanaan. Maka dengan demikian sanksi pidana kebiri dapat dikatakan hanya salah satu alternatif pembaharuan hukum guna menekan tingkat kekerasan seksual kepada anak yang dari tahun ketahun semakin masif. Sehingga perlu adanya kembali kebijakan dan regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah guna menekan dan mengurangi tingkat kekerasan seksual terhadap anak, hal tersebut sesuai dengan teori yang dicetuskan oleh Rosco Pound law is tools of social engineering. Di mana hukum menjadi alat perekayasa sosial di masyarakat agar anak terlindungi dari predator seksual. (*)